Syarat-syarat bagi Mufasir
Segolongan orang menafsirkan Al Qur’an
dengan akal mereka, menta’wilkan sesuka kehendak mereka. Tidakkah kita
ketahui Al Qur’an adalah Kalaamullah ?!! Begitu bebas orang menafsirkan
Al Qur’an !! Tidakkah merasa hina menjadi anjing salibis dan zionis,
menjual dien ini hanya karena sebuah harta yang pasti kan sirna !!
Layakkah setiap orang menafsirkan serta menta’wilkan Kalamullah ini ?? Adakah syarat untuk menjadi seorang mufasir ??
Para ulama telah menyebutkan syarat-syarat yang
harus dimiliki setiap mufasir, dengan demikian jernihlah saluran serta
terpeliharanya keindahan wahyu dan keagungannya. Ringkasnya sebagai
berikut:
1. Aqidah yang benar, sebab aqidah sangat berpengaruh terhadap jiwa pemiliknya dan seringkali mendorongnya untuk mengubah nash-nash dan berkhianat dalam penyampaian berita. Apabila seorang menyusun sebuah kitab tafsir, maka dita’wilkannya ayat-ayat yang bertentangan dengan aqidahnya dan membawanya kepada mazhab yang batil guna memalingkan manusia dari mengikuti golongan salaf dan dari jalan petunjuk.
1. Aqidah yang benar, sebab aqidah sangat berpengaruh terhadap jiwa pemiliknya dan seringkali mendorongnya untuk mengubah nash-nash dan berkhianat dalam penyampaian berita. Apabila seorang menyusun sebuah kitab tafsir, maka dita’wilkannya ayat-ayat yang bertentangan dengan aqidahnya dan membawanya kepada mazhab yang batil guna memalingkan manusia dari mengikuti golongan salaf dan dari jalan petunjuk.
2. Bersih dari hawa nafsu, sebab hawa nafsu akan
mendorong pemiliknya untuk membela kepentingan mazhabnya sehingga ia
menipu manusia dengan kata-kata halus dan keterangan menarik seperti
yang dilakukan golongan Qadariah, Syi’ah Rafidah, Mu’tazilah dan para
pendukung fanatik mazhab sejenisnya.
3. Menafsirkan lebih dahulu Qur’an dengan Qur’an,
karena sesuatu yang masih global pada satu tempat telah diperinci di
tempat lain dan sesuatu yang dikemukakan secara ringkas di suatu tempat
telah diuraikan di tempat lain.
4. Mencari penafsiran dari sunnah, karena sunnah
berfungsi sebagai penjelas Al Qur’an. Al Qur’an telah menyebutkan bahwa
semua hukum (ketetapan) Rasulullah berasal dari Allah.
5. Apabila tidak didapatkan penafsiran dalam sunnah,
hendaklah meninjau pendapat para sahabat, karena mereka lebih
mengetahui tentang tafsir Al Qur’an; mengingat merekalah yang
menyaksikan sebab turun dan kondisi maupun qarinah ketika diturunkannya.
Di samping mereka mempunyai pemahaman (penalaran) yang lebih sempurna,
ilmu yang shahih dan amal shaleh.
6. Apabila tidak ditemukan juga penafsiran dalam
Qur’an, sunnah maupun dalam pendapat para sahabat maka sebagian besar
ulama, dalam hal ini, memeriksa pendapat tabi’in (generasi setelah
sahabat).
7. Pengetahuan bahasa Arab dengan segala cabangnya,
karena Al Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Tentang syarat ini
Mujahid berkata: "Tidak diperkenankan bagi orang yang beriman kepada
Allah dan hari akhir untuk berbicara tentang Kitabullah apabilah ia
tidak mengetahui berbagai dialek bahasa Arab." Maka atas dasar ini
sangat diperlukan pengetahuan tentang ilmu nahwu (gramatika), ilmu
tasrif serta ilmu balaghoh.
8. Pengetahuan tentang pokok-pokok ilmu yang berkaitan dengan Qur’an, misal:
a. Ilmu Qira’ah, karena dengan ilmu ini diketahui bagaimana cara mengucapkan (lafazh-lafazh) Al Qur’an dan dapat memilih mana yang lebih kuat di antara berbagai ragam bacaan yang tidak diperkenankan.
b. Ilmu Tauhid, dengan ilmu ini diharapkan mufasir tidak menta’wilkan ayat-ayat yang berkenaan dengan hak Allah dan sifat-sifat-Nya secara melampaui batas hak-Nya.
c. Ilmu Ushul, terutama ushulut tafsir, dengan mendalami masalah-masalah (kaidah-kaidah) yang dapat memperjelas suatu makna dan meluruskan maksud-maksud Al Qur’an, seperti pengetahuan tentang asbabun nuzul, nasikh-mansukh dan lain sebagainya.
a. Ilmu Qira’ah, karena dengan ilmu ini diketahui bagaimana cara mengucapkan (lafazh-lafazh) Al Qur’an dan dapat memilih mana yang lebih kuat di antara berbagai ragam bacaan yang tidak diperkenankan.
b. Ilmu Tauhid, dengan ilmu ini diharapkan mufasir tidak menta’wilkan ayat-ayat yang berkenaan dengan hak Allah dan sifat-sifat-Nya secara melampaui batas hak-Nya.
c. Ilmu Ushul, terutama ushulut tafsir, dengan mendalami masalah-masalah (kaidah-kaidah) yang dapat memperjelas suatu makna dan meluruskan maksud-maksud Al Qur’an, seperti pengetahuan tentang asbabun nuzul, nasikh-mansukh dan lain sebagainya.
9. Pemahaman yang cermat, sehingga mufasir dapat
mengukuhkan suatu makna atas makna yang lain atau menyimpulkan makna
yang sejalan dengan nash-nash syari’at.
Demikianlah syarat-syarat menjadi seorang mufasir,
mudah-mudahan dengan ini kita terhindar dari penafsiran yang salah dan
fatal terhadap Al Qur’an dari tangan-tangan jahil yang sengaja merusak
Islam dari dalam. Allahummar hamnaa bil qur’aan.. Wallahu ‘alam bis
showaab.
(referensi: Mabahist fie Uluumil Qur’an, Manna’ al Qotton)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar