KEWAJIBA MENGIKUTI Allah DAN RASULLNYA
Ikhwati fillah, Allah telah mewajibkan kita untuk terikat pada
aturan Allah secara menyeluruh, dalam seluruh aspek kehidupan. Berikut beberapa
dalil qath’i yang menjelaskan hal ini:
1.
An-Nisa’ [4] : 59
ياأيها الذين آمنوا أطيعوا الله و أطيعوا الرسول و أولي الأمر منكم ،
فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ،
ذلك خير وأحسن تأويلا
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri diantara kalian. Kemudian jika kalian berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul (Nya), jika kalian
benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama
(bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.”
Imam Ibn Jarir ath-Thabari dalam tafsir beliau – mengutip ‘Atha –
menjelaskan makna “athii’ullaha wa athii’urrasuul” maksudnya adalah “ittibaa’
al-Kitab wa as-Sunnah”, mengikuti Kitab (Al-Qur’an) dan as-Sunnah (Hadits
Nabi).
Imam Ibn Mundzir an-Naisaburi dalam tafsir beliau – mengutip Abu
Ubaidah – menjelaskan bahwa makna “fa in tanaaza’tum fii syai’in” maksudnya
adalah “ikhtalaftum” yang artinya ketika kalian berselisih pendapat. Makna
“farudduuhu ilallahi war rasuul” maksudnya “farudduuhu ila kitabillah wa
sunnati rasuulihi”, pemahaman ini merupakan hal yang sudah disepakati oleh para
ulama tafsir.
Ada beberapa faidah yang bisa kita pahami dari ayat ini, yaitu:
a) Orang-orang beriman diwajibkan untuk taat kepada Allah dan
Rasul-Nya dengan mengikuti
tuntunan dari Al-Qur’an
dan As-Sunnah, dalam seluruh aspek kehidupan.
b) Allah memerintahkan kita untuk taat kepada pemimpin umat Islam
selama mereka memerintahkan kita untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya. (silakan
lihat Tafsir al-Jalalayn).
c) Jika kita berselisih pendapat dalam suatu perkara, maka kita
diperintahkan untuk mengembalikannya kepada tuntunan Allah dan Rasul-Nya dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ikhwah, sebenarnya ayat ini saja sudah cukup untuk meyakinkan kita
bahwa kita wajib taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta wajib meninggalkan semua
perkara yang bertentangan dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
2.
An-Nisa [4] : 60
ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم ءامنوا
بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك يريدون أن يتحاكموا إلى الطاغوت و قد أمروا أن
يكفروا به ويريد الشيطان أن يضلهم ضلالا بعيدا
Artinya:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman
kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum
kamu, mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah
mengingkari thaghut itu. Dan syaithan bermaksud menyesatkan mereka (dengan)
penyesatan yang sejauh-jauhnya.”
Dalam Tafsir ath-Thabari, disebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini
berkaitan dengan perselisihan yang terjadi antara seorang laki-laki dari Yahudi
dengan seorang munafik di masa Rasulullah. Orang munafik tersebut mengajak
berhakim (meminta keputusan tentang perselisihan tersebut) kepada orang Yahudi,
karena dia tahu bahwa orang-orang Yahudi menerima risywah (suap), sedangkan si
Yahudi (yang berselisih tadi) mengajak berhakim kepada kaum muslimin
(maksudnya: Rasulullah) karena dia tahu umat Islam tidak menerima suap.
Akhirnya mereka bersepakat untuk berhakim dengan seorang kahin (dukun) dari
Juhainah. Kemudian turunlah ayat ini.
Kata thaghut dalam ayat ini, menurut sebab turunnya, memang
menunjuk kepada kahin (dukun) dari Juhainah, yang menurut riwayat lain, bernama
Ka’ab bin Asyraf, tapi makna thaghut sendiri lebih luas dari itu. Menurut imam
Ibnu Katsir dan az-Zuhaili dalam tafsir mereka, semua orang yang menyimpang
dari Al-Kitab dan As-Sunnah serta berhukum kepada selain keduanya berupa
kebatilan adalah thaghut yang dimaksud dalam ayat ini. Imam as-Sa’di memaknai
thaghut dalam ayat ini adalah setiap orang yang berhukum dengan selain syariah
Allah.
Dari ayat ini, kita dapat memahami bahwa:
a) Haram berhukum dengan selain hukum Allah, karena setiap hukum
selain hukum Allah merupakan thaghut dan kita diperintahkan untuk mengingkari
thaghut.
b) Penyebutan munafik kepada seseorang yang secara lahiriah mengaku
muslim namun berhukum dengan hukum selain hukum Allah menunjukkan begitu
tercelanya orang-orang yang berhukum dengan selain hukum Allah. Ini juga
menunjukkan bahwa keimanan mereka hanya kepura-puraan belaka.
3.
Al-Maidah [5] : 49
وأن احكم بينهم بما أنزل الله ولا
تتبع أهواءهم واحذرهم أن يفتنوك عن بعض ما أنزل الله إليك ، فإن تولوا فاعلم أنما
يريد الله أن يصيبهم ببعض ذنوبهم ، و إن كثيرا من الناس لفسقون
Artinya:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, dan
berhati-hatilah terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari
hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
berkehendak untuk menimpakan musibah atas mereka karena sebagian dosa-dosa
mereka. Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
Beberapa pelajaran penting dari ayat ini adalah:
a) Wajibnya menerapkan syariah Islam, bahkan atas non muslim. Kata
“baynahum” menunjuk kepada Yahudi, ini menurut ath-Thabari, Abu Hayyan
al-Andalusi dan ulama tafsir lain. Artinya, orang-orang Yahudi di masa
Rasulullah pun diharuskan untuk berhukum pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tentu,
pemahaman ini tetap berlaku sampai hari kiamat.
b) Ancaman Allah berupa musibah kepada setiap orang yang berpaling
dari hukum Allah. Musibah ini ditimpakan kepada mereka di dunia dan di akhirat.
Silakan baca tafsir az-Zuhaili dan al-Alusi.
c) Kebenaran tidak selalu sejalan dengan suara terbanyak. Dalam
ayat ini, Allah bahkan menyatakan bahwa kebanyakan (mayoritas) manusia adalah
orang-orang yang fasik. Artinya, walaupun mayoritas manusia menolak menerapkan
syariah Islam, tak berarti syariah Islam tak wajib diterapkan, bahkan mayoritas
manusia tersebut tergolong orang-orang yang fasik karena penentangan mereka
terhadap upaya penerapan syariah Islam.
4.
Al-Maidah [5] : 50
أفحكم الجهلية يبغون ، ومن أحسن من
الله حكما لقوم يوقنون
Artinya: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum
siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?”
Imam Ibnu Abi Hatim dalam tafsir beliau, mengutip pernyataan
al-Hasan, menyatakan bahwa hukum jahiliyah adalah hukum selain hukum Allah.
Dalam kitab yang sama, Mujahid menyatakan bahwa hukum Jahiliyah yang dimaksud
adalah Yahudi.
Dari ayat ini kita bisa memahami bahwa ada pertanyaan retoris dari
Allah, apakah hukum jahiliyah, baik itu dari Yahudi maupun yang lainnya, yang
lebih baik ataukah hukum Allah. Tentu jawabannya adalah hukum Allah.
Ayat ini juga menegaskan celaan terhadap semua hukum selain hukum
Allah, dengan penyebutannya sebagai hukum jahiliyah. Mana yang kita pilih,
hukum jahiliyah atau hukum Allah.
Ikhwah, sebenarnya masih banyak ayat Al-Qur’an maupun Hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menegaskan wajibnya kita terikat
pada aturan Allah secara menyeluruh, namun empat ayat ini sudah mencukupi untuk
meyakinkan kita. Semoga kita tidak termasuk orang-orang fasik dan munafik yang
berhukum kepada thaghut dan mengikuti hukum jahiliyah. Amiin ya Rabbal ‘alami
A.ORANG
YANG BERTAUHID PASTI MASUK SURGA
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Masruq
berkata: Kami bertanya kepada Masruq tentang ayat ini:
قال تعالى: ] وَلاَ
تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاء
عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ [
Janganlah kamu
mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu
hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (Ali Imron: 169)
Kita telah bertanya tentang masalah ini kepada Nabi Muhammad salallahu’alaihi wa salam dan beliau
bersabda: Ruh-ruh mereka berada pada
tembolok burung yang berwarna hijau yang memiliki sarang yang tergantung pada
arasy, dia terbang di dalam surga kemanapun dia kehendaki, lalu dia kembali
menuju lampu tersebut lalu Tuhan mereka melihat mereka dan berfirman: Apakah
yang kalian inginkan?. Mereka menjawab: Apakah ada hal lain yang kami inginkan
semantara kami telah dibebaskan terbang ke sana kemari di dalam surga ini
kemanapun kami kehendaki. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkata kepada mereka tiga
kali, lalu pada saat mereka sudah mengetahui bahwa mereka tidak dibiarkan
kecuali harus meminta sesuatu mereka berkata: Wahai Tuhan kami, kembalikanlah
ruh-ruh kami pada tubuh-tubuh kami sehingga kami terbunuh kembali di jalan -Mu,
lalu pada saat Tuhan mereka mengetahui bahwa tidak memilki hajat apapun maka
merekapun ditinggalkan”.[1]
: Barangsiapa yang memohon mati syahid kepada
Allah dengan sebenarnya, maka Allah akan menyamapikannya pada tingkat orang
yang mati syahid sekalipuin dirinya
Adapun
orang yang berperang di bawah panji-panji buta, nasionalisme, fanatisme atau
kebebasan atau slogan-slogan palsu lainnya maka dia sama seperti apa yang
disabdakan oleh Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam di dalam hadits riwayat Muslim di dalam kitab shahihnya: Barangsiapa yang berperang di bawah panji
buta yang menyeru kepada fanatisme atau membela fanatisme maka kematiannya
adalah kematian jahiliyah”.[2]
: Barangsiapa yang memohon mati syahid kepada
Allah dengan sebenarnya, maka Allah akan menyamapikannya pada tingkat orang
yang mati syahid sekalipuin dirinya mati di atas ranjang tidurnya”.[3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar